K O K O D A, Irian Barat
Pk 6.00 WIB (Waktu Indonesia bagian Barat) Selasa 26 Januari 2010
kami empat personil, Munzir Almusawa, Saeful Zahri, Hamidi Sanusi,
Muhamad Ainiy, kami meninggalkan Bandara Soekarno hatta Jakarta dengan
penerbangan Garuda Air menuju Makasar (ujungpandang), kami diantar oleh
beberapa Crew penyambutan khusus Divisi Majelis Rasulullah saw dari para
staf Bandara Soekarno untuk diantarkan ke pintu pesawat dan
memperlancar segala sesuatunya, mereka pula yg selalu menjadi crew
penyambutan kedatangan para tamu Majelis Rasulullah saw, termasuk saat
kedatangan Guru Mulia ke Jakarta. Pesawat lepas landas tepat 06.00 WIB
menuju Makasar untuk meneruskan menuju Sorong Irian Barat dengan
penerbangan Merpati Air
Kami tiba tepat waktu skedul, yaitu 9.15 WITA (Waktu Indonesia bagian
tengah, yaitu 8.15 WIB) di Bandara Hasanudin Makasar, lalu segera
berpindah ke pesawat Merpati Air dg skedul keberangkatan pk 9.35 WITA
(8.35 WIB), keberangkatan tepat waktu menuju Sorong, saya duduk di
sebuah kursi bersebelahan dengan Bang Ipul (Saeful Zahri), lalu tiba
tiba seorang penumpang mengarahkan foto pada saya dan memfoto sambil
terburu buru izin memfoto, selepas itu saya tanyakan padanya apakah ia
wartawan?, ternyata bukan wartawan, dan beliau (saya tidak berkenan
menyebut namanya sebab tidak sempat minta izin untuk menampilkan namanya
di laporan ini risau beliau tidak berkenan), ia seorang karyawan
disuatu perusahaan penerbangan dan merupakan orang yang berada, terbukti
pengakuannya bahwa beliau ke Sorong adalah untuk Tamasya Memancing,
beliaupun dari Jakarta bersama temannya.
Beliau sangat mengejutkan saya ketika saya Tanya siapa diri beliau, bapak setengah baya itu berkata :
“Saya (…..) saya semalam terjebak macet 1 jam di Pancoran Pasar Minggu saat majelis ustaz berlangsung..!”.
Saya bagai disambar halilintar, saya gemetar walau ia tak melihatnya, saya bertanya :
maksudnya terhambat atau bagaimana pak?, ia berkata dengan jelas :
“saya terjebak macet tidak bergerak mobil saya 1 jam lebih saat bubaran majelis bapak ustaz”,
saya pun mohon ampun dan ridho, dan terus beristighfar pada Allah swt,
saya sangat takut dan sudah berkali kali menyampaikan pada crew dan
aktifis, agar lalu lintas tak tertutup saat majelis, sungguh itu dosa
besar yang harus saya tanggung, dan berapa ratus orang yang akan
memintai pertanggungan jawab dihari kiamat pada saya akan hal ini..??
Saya terus menjelaskan bahwa sungguh kami tak bermaksud demikian,
namun saat bubaran memang massa tak tertampung, saat majelis berlangsung
pun Masjid Almunawar tidak bisa menampung Jamaah yang kini berjumlah
sekitar 30.000 personil setiap malam selasanya dan terus bertambah, maka
saat bubaran massa yang menyeberang dan lain sebagainya mungkin membuat
jalan tertutup, dan itu ternyata bukan kemungkinan, tapi sudah terjadi,
dan mungkin sudah berkali kali terjadi, saya terus minta maaf padanya
dan iapun dengan lapang dada memaafkan dan membuat kami semakin akrab,
ia tinggal di depok, dan selama saya berbicara akrab airmata saya terus
mengalir karena sedih dan takut, bagaimana dengan ratusan orang lainnya
yang saya tak sempat minta maaf padanya..??, neraka bagi munzir pendosa
ini…!,
saya berjanji pada diri saya dan padanya bahwa malam selasa yang akan
datang kami akan berusaha membenahi Lalu lintas dengan sebaik baiknya,
bersama personil dari Polda Metro Jaya dan Polres Jaksel dan Polsek
setempat.
Kami
mendarat tepat waktu di Bandara………… Sorong, yaitu 12.35 WIT (Waktu
Indonesia Timur yaitu 10.35 WIB), disambut oleh KH Ahmad Baihaqi yang
sudah mendahului kami seminggu yang lalu.
Kami kunjung kerumah Bapak seorang anggota DPRD yg almarhum ayah dan
kakeknya membangun beberapa masjid di Sorong dan ia meneruskan
perjuangan mereka, sekilas saya terhenyak mendengar keadaan keputusan
banyak hal yang lebih cenderung berfihak pada non muslim dalam beberapa
keputusan dan kebijaksanaan yang diambil pemerintah setempat, saya
bertanya :
apakah anggota DPRD setempat kebanyakan non muslim?, iya menjawab :
Ya.
Saya bertanya lagi,
apakah muslimin minoritas di Sorong?, ia menjawab :
“tidak, bahkan mayoritas..”
Lalu kenapa anggota DPRD nya kebanyakan non muslim?,
Beliau menjawab sambil menunduk malu :
“saudara saudara kita muslimin yg memilih mereka”. Saya terhenyak kaget, airmata tak bisa tertahan lagi, ingin rasanya saya menangis sekeras kerasnya atas kejadian ini.
Kami
dijamu makan siang dirumahnya, ia menyiapkan mobil mobilnya untuk
menjemput dan mengantar kami, semoga Rahmat dan kebahagiaan selalu
berlimpah padanya dan keluarga beliau, amiin,. dan kami meneruskan
perjalanan ke Teminabuan, sekitar 200 km dari Sorong, kami mengendarai
mobil sewaan, (Mitsubishi Ranger 4X4) sopirnya adalah saudara Asri, ia
polos dan baik, pemuda itu sangat santun dan membuat saya akrab dengan
nya, ia asli Makasar yg bekerja sebagai Sopir sewaan mobil di Sorong.
Perjalanan kami memakan waktu 6 jam karena kondisi jalan yang banyak
rusak dan berkelok kelok, walau sebagian jalan sudah baik namun sebagian
masih dalam pembenahan, namun jauh lebih baik kondisinya dibanding
perjalanan saya 2 tahun yg lalu antara Manokwari Bintuni.
Disepanjang jalan diluar kota Sorong kami tak menemukan kampung
Muslimin, hanya wilayah Non Muslim dan tempat peribadatan mereka yang
megah yang terus terlihat sepanjang jalan, namun masyarakat ramah, walau
kami semua berpakaian islami namun mereka tetap ramah walau mereka non
Muslim.
Ditengah perjalanan mobil kami berhenti, karena seorang Tokoh Agama
non muslim wanita yang sudah berusia sekitar 50 an ingin menumpang ke
Taminabuan, maka Asri memohon izin saya menaikkannya, karena mobil sudah
di carter untuk kami, tentu saya mengizinkan, maka Ibu biarawati
tersebut naik di Bak belakang mobil 4X4 itu bersama barang.
Perjalanan kami teruskan, lalu sekitar 1 jam kemudian rintik rintik
hujan mulai turun, hati saya terasa tercekik, sungguh walau ia non
muslim maka bagaimana ia seorang wanita yg usianya cukup tua duduk di
Bak terbuka di belakang dengan terpaan hujan?, ia seorang pemuka dan
guru agama non muslim, ia tabah dan berdakwah membela agamanya dengan
semangat juang yg luar biasa, dari kampung ke kampung terus mengajar
dengan sukarela sepanjang hidupnya mengabdi pada agamanya, sampai rela
duduk di Bak belakang mobil dalam keadaan hujan dan panas, ia wanita,
sudah cukup lanjut usia, demikian tabahnya Da’I non muslim ini, hati
saya seperti tercabik cabik, saya malu, malu sekali..
Hujan mulai deras, saya tak tahan lagi dan memegang tangan Asri,
“berhenti Asri, berhenti..”, maka Asri menghentikan mobil, saya katakan padanya :
saya mau pindah ke belakang Bak terbuka menggantikan posisi ibu itu, biar ia naik di depan tempat saya duduk, Asri kaget dan marah :
“Tidak mungkin habib turun pindah ke bak belakang..!, habib sudah carter mobil saya..!!, ini hujan habib..!!”,
3 personil yang bersama saya dan KH Ahmad Baihaqi yang duduk di Jok
belakang, sayapun turun dan merekapun turun untuk beramai ramai pindah
ke Bak belakang, saya memerintahkan mereka tetap dalam posisinya, cukup
satu orang yang menemani saya di Bak Belakang, sudah ada satu orang
penjaga Barang di belakang, dan mereka pun sangat bersempit sempit 4
orang di kursi belakang saya.
Ibu itu tak mau pindah, ia malu dan haru, maka saya terus memaksanya
pindah atau saya tak mau naik mobil, maka iapun pindah ke depan, KH
Ahmad Baihaqi bersama saya di belakang, perjalanan berlangsung sebentar
maka mobil berhenti, Bang Ipul turun untuk meminta saya pindah
ketempatnya maka saya tetap tidak mau, saya duduk dan mengatakan malas
berdiri lagi, ganti saja KH Ahmad baihaqi kedepan, saya tidak mau
pindah, maka demikian bergantian beberapa waktu terus 4 personil
bergantian pindah ke belakang, dan saya tetap pada posisi saya tak mau
pindah, mereka saja bergantian.
Saya duduk di bak Belakang untuk membalas pilu saya akan semangat
seorang wanita tua itu yang penyeru kepada agama non muslim, aku seorang
penyeru ke Jalan Allah, aku malu pada Allah.. patutnya aku berjalan
kaki 200 km bukan duduk di Bak terbuka yg masih bisa santai.
Hujan menerpa wajahku dan angin, terakhir asri berhenti dan turun dari Mobil,
“Habib saja bawa mobil, saya ingin gantikan posisi habib”, saya menghardiknya sambil bercanda :
“tetaplah
pada posisimu menyupir bang Asri, bawalah mobil sekencangnya, saya
sedang menikmati perjalanan ini..!, Asri tidak mau lihat saya senang
kah..??”, iapun menurut dan meneruskan perjalanan dengan sekencang
kencangnya, mobil terhempas hempas di jalan dan saya sering memegangi
peci saya agar tidak tertiup angin, derasnya hujan terus menerpa wajah
ini, terpaksa saya buka kacamata karena terus dibasahi hujan, saya
memakai Jaket majelis Rasulullah, dan saya membatin pada diri ini :
“Kau
di Jakarta dimanjakan, ribuan orang berebutan ingin mencium tanganmu,
kau dimuliakan dan disanjung, perjuangan dakwahmu hanya sebatas naik
turun mimbar dalam kemuliaan dan sanjungan, sekarang patut kau rasakan
dakwah yang seperti ini, inilah medan seorang da’I penyeru ke Jalan
Allah, wahai tubuh rapuh yg sakit sakitan, kau terlalu dimanjakan, kau
harus merasakan juga dakwah yg seperti ini..!!, lalu syaitan
membisikiku, kau sudah banyak penyakit, ada peradangan di otak belakang,
Asma, bahkan pernah dua kali terkena stroke, sering tertatih tatih
berjalan dan sering tidak mampu berdiri karena lemah saat menyampaikan
ceramah, duduklah ditempat yg layak bagimu dikursi depan, maka kujawab
dengan menghardik diriku sendiri, rasakan ledzatnya dakwah, duduk
ditempat itu dan bertahan, wahai Munzir pendosa, pemalas dan manja..!!.
Tubuh serasa hancur dihempas hempas dalam speed tinggi di Bak
belakang, angin terus menerpa, menggigil tubuh kedinginan terkena
terpaan angin petang dan hujan,
bertahanlah wahai munzir pemalas..!.
Kami tiba di Teminabuan pk 20.45 WIT (18.45 WIB), ibu itu turun dan
mengucap terimakasih haru, saya hanya tersenyum, inilah kerukunan ummat
beragama, muslim harus lebih sopan dari non Muslim, Da’I muslimin harus
lebih berkorban demi kaum wanita apalagi sudah lanjut usia walau non
muslim, semoga ia mendapat hidayah…, ia turun sambil tercenung dan
berkata lirih berkata pada Asri sambil tertunduk malu :
“pak haji itu baik sekali ya..”
aku teringat riwayat bahwa Sayyidina Ali kw tidak mau melewati
seorang tua yg berjalan tertatih tatih, hingga ia terlambat menemui
shalat Jamaah bersama Rasul saw, dan Rasul saw melamakan rukuknya,
selepas shalat para sahabat bertanya :
wahai Rasulullah (saw) kau
melamakan rukuk tidak seperti biasanya?, Rasul saw menjawab : Bahuku
ditahan oleh Jibril as untuk tidak I’tidal, demi menanti Ali bin Abi
Thalib kw hingga ia tiba dan masuk di shaf, karena adab kesopanannya
terhadap orang tua.
Aku teringat akhlak Rasul saw, yg ketika seorang yg selalu memusuhi
dakwah beliau saw yaitu Tokoh Qureisy non Muslim membuat jebakan untuk
beliau saw agar terpuruk dalam lobang, namun ia sendiri yg terjatuh
dalam lobang yg digalinya, siapa yg menolongnya?, Rasulullah saw yg
menolongnya dari jebakannya sendiri yg diperuntukkan untuk Rasul saw,
padahal ia kuffar quraisy yg terus menyusahkan dan mempersulit dakwah
Rasul saw.
Kami masuk ke sebuah hotel, sederhana namun dilengkapi AC, saya cukup
kaget mendengar harga sewa 1 kamar antara 300 hingga 400 ribu rupiah,
kamar Standar hotel berbintang tiga di Jakarta seharga itu, namun jauh
lebih mewah dari ini, kamar seperti ini di Jakarta mestilah berkisar 100
ribu atau kurang, namun karena jauhnya dari Jakarta dan susah serta
mahalnya barang barang karena Jauh dari Ibukota, membuat semua harga
menjadi mahal disini, sebagaimana sewa mobil 4X4 itu sebesar 1,5jt
rupiah, itupun sudah dikorting oleh Asri karena kami muslimin sebgaimana
iapun seorang muslim, saya membayar dg sedikit melebihkannya, Asri
menangis, ia tertegun :
“habib sudah duduk di bak belakang, bagaimana habib membayar lebih pula…”, saya katakan
sungguh karena saya senang dalam perjalanan ini, dan saya menyayangi Asri yg berbudi baik dan polos,
iapun diberi Peci putih oleh H Hamidi, ia gembira memakainya dan
tertawa tawa bangga, kami semakin akrab, saya tunjukkan cuplikan
beberapa detik majelis besar Event Majelis Rasulullah saw di Monas 4
februari 2010 lalu dari hp saya, ia bertakbir dan menjerit dan menangis,
haru betapa dahsyatnya dan jumlah massa ratusan ribu yg terlihat hadir,
dan lebih haru bahwa orang yg dihadapannya adalah pimpinan Majelis itu.
Lalu kami masuk hotel itu untuk mandi dan shalat jamak Magrib dan
Isya, lalu kunjung ke undangan makan malam dirumah Bpk Syamsuddin,
dihadiri pula oleh Raja Tarof, (ketua kampong Tarof) dan beberapa tokoh
sepuh setempat, jamuan akrab dan airmata tak berhenti mengalir haru
melihat hangatnya jamuan mereka, dan keesokan harinya, Rabu 27 Januari
2010, kami bertolak dengan kapal sewaan menuju kokoda, sekitar 200 km
lagi yang mesti kami tempuh dalam perjalanan menyusuri pantai dan sungai
menuju Kokoda, biaya sewa kapal yang dilengkapi 4 motor itu sekitar 10
juta rupiah, namun bapak Syamsuddin berkata bahwa tidak perlu keluarkan
biaya, ia yg menanggungnya, hancur hati ini.,.
wahai Allah, muliakan
ia dengan semulia mulia keadaan, dunia dan akhirat, aku malu, di Jakarta
seorang muslim sulit mengeluarkan uang sepuluh ribu rupiah untuk
membantu dakwah Nabi saw, namun disini seorang tokoh masyarakat yang
bukan merupakan ulama besar, bukan pula pengusaha besar, rela
mengorbankan dana sebesar itu demi sampainya saya ke Kokoda, Wahai
Allah, Jamulah ia setiap detik dalam keluhuran dan kebahagiaan, dan
sebagaimana ia menjamin perjalanan kami maka jaminlah ia dan keluarganya
dunia dan akhirat dalam jamuan kebahagiaan.., amiin..
Pendanaan keberangkatan ini dari sebagian dari Partisipasi jamaah
Milis Majelis Rasulullah saw sebesar 16 juta rupiah, dan sisanya dari
beberapa donator dan pribadi, dan sisanya pinjam dari beberapa Jamaah
Majelis Rasulullah saw
Rabu, 27 Januari 2009,
dinihari saya terbangun untuk memuji Nya, lalu saya menulis laporan
dikursi plastik, menghadap sungai yg demikian derasnya dibawah hotel
ini, dan saya tumpahkan semua yg masih terekam difikiran saya hari itu,
lalu kami shalat subuh di Masjid dekat hotel Nusa Indah, Teminabuan,
kira kira beberapa orang saja yg hadir, lalu selepas subuh mereka
meminta saya menyampaikan sedikit Tausiyah, lalu jamaah berpisah dan
kami kembali ke hotel, meneruskan dzikir, dan pukul 7 pagi waktu
setempat kami dijamu sarapan dirumah Bpk Syamsudin, kami membaca Maulid
Dhiya’ullami yg pertama kalinya dikumandangkan di Teminabuan, sekaligus
mendoakan rumah barunya itu yg kelak akan ditinggalinya, selepas
maulid saya menyampaikan tausiyah sekilas, lalu sarapan pagi, selepas
itu tampak Bapak Syamsudin kebingungan saat menerima telpon, wajahnya
pucat dan bingung :
“Maaf habib, kapal yg mesti habib tumpangi kandas dipantai…!”,
sayapun kaget, lalu kami bersama sama diikuti Asri menuju Pelabuhan,
benar saja, kapal itu kandas di pemarkiran kapal, sebab semestinya
semalam nakoda menyiapkannnya di Dermaga, namun ia ketiduran, maka kapal
dibiarkan di pemarkiran kapal, maka saat pagi laut surut dan kapalpun
kandas.
Ia tampak risau dan bingung, para muslimin pun berteriak teriak :
“Kita dorong bersama sama..!”,
merekapun turun.. Subhanallah… saya diminta menunggu di Masjid dekat
pantai, saya bisa ke toilet atau I’tikaf di Masjid sementara menunggu
kapal didorong, usaha baru selesai jam 9.30 WIT, saya turun dari Masjid
kapal sudah di Dermaga siap mengantar kami.
Kami meluncur menuju Kokoda, Kapal Dishub adalah yg terbaik di
Teminabuan, ia dilengkapi 3 mesin, maka perjalanan menjadi lebih cepat,
umumnya membutuhkan waktu 8-12 jam, namun jam 13.30 WIT kami sudah tiba
di Kokoda, sepanjang 4 jam perjalanan saya terus termangu mangu
memikirkan keadaan, wilayah yg terpencil, telepon belum masuk, listrik
baru di Teminabuan dan itupun hanya malam saja, guru pengajar berupa
ulama atau pesantren tidak ada di Taminabuan, namun mereka bertahan dg
bimbingan dari Bpk Syamsudin dan Raja Tarof, ditengah derasnya hempasan
kekuatan dakwah agama non muslim, sekolah sekolah non muslim bahkan
Universitas berdiri, dan Muslimin terlihat sangat terkucil di wilayah
ini dan terus semakin terpuruk, saya percaya kedua orang baik dan
beberapa gelintir orang mulia dan beriman di wilayah itu akan terus
bertahan, semoga santri santri yg dibawa ke Jakarta akan segera kembali
dan berdakwah pula di Teminabuan, Semoga Matahari Dakwah telah terbit
dengan berkumandangnya Maulid Dhiya’ulllami di Teminabuan… Amiin..
Kami meluncur menuju kokoda, wilayah muslim ketiga yang dimasuki
ulama Hadramaut yang tiba dari Gujarat ke Fak fak, lalu Babo, lalu
Kokoda, mereka membangun Masjid Annur di Kokoda, dan kata kata yang
masyhur dari ucapan para ulama Hadramaut itu adalah :
“Kami Taruhkan Cahaya di Kokoda”,
maka disana terdapat masjid Annur, saya semakin penasaran untuk sampai
di Kokoda, wilayah yg ratusan tahun yg lalu dikunjungi para habaib, dari
keluarga Assegaf, Alhabsyi, Alhamid, dll, yg kemudian tidak disentuh
para Habaib ratusan tahun berselang..
Konon
wilayah kokoda semakin tak mengenal shalat lima waktu, hanya sholat
Jumat yg masih dikenal di wilayah itu, namun kedatangan KH Ahmad Baihaqi
membawa beberapa santri dari kokoda, dan kembali kesana beberapa waktu
yg lalu, benar benar membuat hidup masyarakat kokoda, mereka para sepuh
dan dan tetua kampung terharu dan mendukung penuh dengan semangat yg
kembali terbit, setelah ratusan tahun tempat itu tak pernah lagi
dikunjungi para habaib.
Salah seorang santri yg dibawa ke Jakarta mengirim surat pada ayahnya di Kokoda, diantara tulisan di suratnya :
“Ayah, jangan tinggalkan shalat lima waktu, dan pesan Habib Munzir perbanyak dzikir Yaa Allah Yaa Allah.., sejak itu ayahnya dan keluarganya tak lagi minum minuman keras, mulai mendirikan shalat lima waktu, subhanallah…
Kami mendekat ke kokoda, pemandangan yg sangat mengharukan, 3 perahu
rakit dengan bendera Majelis Rasulullah saw menyambut kami dengan para
anak anak murid didik KH Ahmad Baihaqi dari Jakarta yg sudah berada
dilokasi menjemput kedatangan kami dengan Tholaal Badru alaina..
Kami merapat di pelabuhan Kokoda pk 14.30 WIT, maka masyarakat
seluruhnya sudah ramai di pelabuhan menyambut kedatangan kami, mereka
bertakbir dan sholawat, ucapan Takbir dan sholawat adalah ucapan
sambutan terhangat untuk tamu tamu besar, para tokoh Masyarakat bahkan
Ketua Tokoh Agama yaitu Ayahanda Bapak Abas Totorago, yg merupakan anak
dari Bapak Raja Tarof turut menyambut kedatangan kami, kami terus diarak
dengan hadroh ke Masjid Annur, sambutan sekilas, lalu kami
dipersilahkan ke rumah yg disediakan khusus untuk kami, pemilik rumah
sudah wafat beberapa waktu yg lalu, rumah ini cukup bagus di wilayah
kokoda, namun tidak ada listrik, tidak ada Jaringan handphone apalagi
telepon.
KH Ahmad baihaqi membawa mesin diesel untuk penerangan kami dirumah
ini, kampung ini keseluruhannya mayoritas muslimin, dan seberang kampung
adalah mayoritas nasrani, namun tidak ada permusuhan, kerukunan ummat
beragama sangat terjaga di wilayah ini.
Magrib
jamaah sudah memenuhi Masjid, setelah diumumkan saya akan menyampaikan
Tausiyah di Masjid Annur, pria dan wanita sudah ramai, shalat Magrib
berjamaah dilakukan dengan sangat tertib dan khusyu, banyak orang muslim
yg baru pertama kali sholat walau mereka sudah lanjut usia, dan masih
tersisa banyak yg duduk dirumah saja tanpa ikut shalat.. segala puji
bagi Mu Wahai Allah…
Kemudian saat adzan Isya dikumandangkan, semakin banyak masyarakat
berdatangan, mereka yg saat Magrib tidak datang mungkin merasa
terpanggil untuk datang, juga diajak oleh teman temannya, maka para anak
anak, pemuda pemudi, sampai yg sudah lanjut usia memenuhi masjid dan
Masjid Annur tidak lagi bisa menampung jumlah mereka, bahkan ketua
Kampung datang, dan para Imam dari wilayah kabupaten Kokoda Sorong
Selatan pun berdatangan setelah mendapat info dari KH Ahmad Baihaqi
bahwa saya akan datang di wilayah ini.
Mereka senang, Bangga, dan gembira, dengan lapang dada Ayahanda Putra
Raja Tarof menyampaikan sambutan, bahwa sudah ratusan Tahun Kokoda
tidak lagi dikunjungi para habaib, dan kini habib tiba bersama kita,
acara diteruskan dg Maulid Dhiya’ullami, mereka semakin semarak dan
gembira, lalu saya menyampaikan Tausiyah, mereka termenung, menangis,
dan terharu, saat acara selesai pk 21.15 WIT, maka airmata masih
mengalir diwajah mereka, berebutan gembira untuk bersalaman pun terjadi
sebagaimana di Jakarta, mereka berdesakan maju untuk bersalaman dengan
saya, setelah kesemuanya kebagian bersalaman, kami makan malam dirumah
bapak Kadir Anggiluli, ia sangat membantu kami lalu kembali kerumah yg
disediakan untuk beristirahat, kami beristirahat..
Pk 3 dinihari WIT, saya terbangun dan diantar KH Ahmad Baihaqi ke
kamar kecil (toilet), konon itu adalah satu satunya toilet yg ada, dan
sebagian mereka bersuci dan mencuci di sungai.
Kutulis laporan ini dg haru, kami dijaga oleh 6 orang penjaga, yaitu
dua orang di depan, dua orang di pintu belakang, dan dua orang disamping
rumah, demikian perintah ketua kampung, saya mengatakan agar tak perlu
kami dijaga, namun mereka bertahan : “Kami menjaga hamba Tuhan, kami
menjaga Tamu Allah, kami gembira”.
Pagi
ini kami Insya Allah akan subuh di Masjid Annur, lalu makan pagi dan
meneruskan perjalanan ke Nebes, wilayah yg juga pernah dikunjungi para
habaib dari Gujarat yg berasal dari hadramaut Yaman, perjalanan kira
kira 1 jam dg perahu motor kecil.. Insya Allah..
Pagi Kamis 28 januari 2009, subuh berjamaah yg cukup banyak
dan merupakan subuh terbanyak setelah ratusan tahun hampir tak ada
shalat Subuh di Masjid Annur, suatu hal yg menarik dan mengejutkan
adalah hewan hewan yg berkhidmat pada kami, ketika saya keluar menuju
Masjid untuk shalat subuh sungguh hati ini membatin :
Wahai Allah,
rumah ini tidak ada kuncinya, terbuka begitu saja hanya dilengkapi
pengganjal pintu dari dalam dan luar, sedangkan di kamar ada Leptop dan
benda benda elektronik berharga lainnya, dan para penjaga semua shalat
subuh, kutititpkan pada Mu Wahai Allah..”, sepulang saya dari masjid
saya kaget, di pos penjagaan depan rumah duduk dua ekor kambing yg
bangun sambil duduk menjaga dengan kepala tegak, lalu seekor kambing
lagi duduk siaga didepan pintu rumah sambil bersimpuh, tak ada orang
bisa masuk kecuali harus menginjaknya lebih dahulu..
Saya terpana, sungguh jika sekilas merupakan hal biasa, namun jika
difikirkan dengan logika, tak ada kambing berkeliaran di pagi buta,
apalagi dua ekor duduk bersimpuh di pos Jaga yg kosong, dan satu di
pintu rumah dg keadaan duduk bersimpuh dengan keadaan siaga, yaitu
kepala terangkat, saya teringat Laba laba yg menjaga Rasulullah saw, dan
teringat cerita nyata sahabat saya yg berdakwah ke Pulau Komodo , Nusa
Tenggara, tidak ada orang yg datang ke Masjid, saat Maulid
dikumandangkan maka tak satupun orang hadir, maka keluarlah rusa rusa
liar dari hutan, berdatangan ke luar Masjid, dan banyak komodo bahkan
Raja Komodo yg sudah 40 tahun tak pernah keluar dan terlihat, hewan
sangat besar dan langka itu datang dan muncul bersimpuh di dekat masjid
mendengarkan Maulid Nabi saw hingga selesai, masyarakat dan turis yg
sedang di Pulau komodo berdatangan bukan ingin hadir maulid tapi kaget
menonton Raja Komodo itu.
Demikianlah alam, mereka tunduk dan hormat pada Sayyidina Muhammad
saw dan dakwah sang Nabi saw, teringat pula kisah seorang sahabat ra, yg
ketika ia tersesat dalam dakwah setelah wafatnya Rasul saw, maka seekor
singa besar datang, lalu sahabat Rasul saw itu bekata : Aku adalah
Khadim (pembantu) Rasulullah saw..!, maka singa itu menunduk dan
merendahkan kepalanya dan punggungnya sambil mengaum pelahan, seakan
memerintahkan sahabat Rasul saw itu naik ke punggungnya, maka iapun
naik, dan singa mengantarnya ke pemukiman terdekat.
Sedemikian banyak riwayat Shahih lainnya akan hal ini.
pk
7.30 WIT kami meluncur ke Nebes (Negara Besar), kira kira 90 menit
dengan perahu kecil dari kokoda, mengunjungi wilayah yg cukup terpencil
namun mayoritas muslimin, juga wilayah yg pernah dikunjungi para habaib
terdahulu dan terdapat masjid tua Al Jihad pula disana, hadir pula
menyambut kami Imam Dobak Bapak Aliman Gogoba dan Imam Kopdan Bapak
Ahmad kokoba, kiri saya Ketua kampung Kokoda yaitu Bapak Rauf Biyawa,
dan beberapa santri akan dibawa dari Nebes, Kokoda, Teminabuan, Bintuni
dll, Insya Allah minggu depan mereka menuju Jakarta dg Kapal Laut
bersama KH Ahmad Baihaqi. Kami juga sempat melewati dua masjid yg baru
ada pancangnya yg akan dibangun di Nebes, kami berdoa.
Semalam kami sempat berjumpa dengan Imam Siwatori Bapak Muharam
Namugur, beliau mengundang dan meminta kami kunjung Ke Siwatori, namun
dengan sangat menyesal kami tak bisa, karena waktu dan jauhnya
perjalanan yg mesti ditempuh 4 jam berjalan kaki dari Kokoda kw
Siwatori, tidak ada angkutan dengan kecuali berjalan kaki.
Perjalanan
sungguh sangat berat, khususnya saat pulang, matahari panas terik hutan
tropis menyorot tepat ke belakang kepala ini, maka sakit kepala saya
mulai kambuh, Ketua Kampung Kokoda yg ikut dg kami memayungi saya dan
saya menolak, biarlah sama sama dengan nya karena ia lebih sepuh, saya
hanya bisa menutupkan rida (kain sorban) di kepala dan leher belakang
demi matahari tidak terus menyoroti belakang kepala saya, yg memang
terkena peradangan di otak belakang beberapa waktu berselang, saya
menahan sakit terus sepanjang jalan karena obat obatan ditinggal di
Kokoda, kami tiba di Kokoda pk 10.30 WIT, langsung menuju Teminabuan
dengan Perahu Speed Boat selama 5 jam, saya sempat rebah tak berdaya di
Speed Boat, dan setiba di Teminabuan pk 16.30 kami shalat Dhuhur dengan
Asar Jamak, dan makan di sebuah restoran dan meneruskan pulang ke Sorong
bersama Asri.
400 km dari kokoda ke sorong kami tempuh, 200 km dengan Speed Boat,
200 km dengan mobil, cukup membuat tubuh terasa hancur terkena hempasan
ombak sungai, Laut, dan Jalanan hingga tiba di Sorong.
Laporan ini saya tulis di penginapan di Sorong Dinihari Jumat 28
Januari 2010, Esok Jumat siang pesawat Insya Allah membawa kami ke
Makasar, untuk Menghadiri Majelis Majelis Besar di Makasar bersama Hb
Mahmud Al Hamid di Makasar.
Jumat siang, 28 Januari 2010, kami sudah di Bandara Sorong,
pelukan haru dan tangis keras KH Ahmad Baihaqi yg berat sekali berpisah
dengan kami, ia akan meneruskan tugas ini sendiri, belum lagi ongkos
membawa 30 santri ke Jakarta, dari Kokoda, Teminabuan, Nebes, Bintuni,
dll. Saya akan coba membantunya dari Jakarta jika ada kelebihan dana
akan saya kirimkan, belum lagi menghadapi orang tua murid yg barangkali
tidak mudah begitu saja melepas kepergian anaknya kecuali dengan
perjanjian berat.
Kami berangkat menuju Makasar dan tiba di Makasar sore, disambut oleh
Hb Mahmud Alhamid, seorang penggerak dakwah di kota Makasar, usianya
diatas saya beberapa tahun saja, namun semangatnya sangat berkobar
menerobos wilayah yg hampir pudar dari gelombang dakwah Sang Nabi saw,
beliau menyiarkan Maulid, Gasidah dll di Masjid Masjid Makasar yg
hampir pudar dari hal hal yg berbau ahlussunnah waljamaah, semoga Allah
swt mencurahkan keluhuran, kemudahan, dan kesuksesan pada perjuangan
beliau di kota Makasar, amiin.
Saya tiba di Bandara Soekarno hatta sore Sabtu 29 Januari 2010, hati
terus termenung dan risau, wilayah wilayah seluruh Indonesia bahkan
dunia sangat butuh para penyeru untuk masuk dan memberi mereka
kejelasan, mereka haus dan siap menanti kedatangan para Da’I, namun
dilain fihak keterbatasan semangat, waktu dan dana yg membuat
terhambatnya perluasan dakwah ini, tangisan airmata dan doa selalu
untukmu wahai Kokoda, wahai Teminabuan, Wahai Nebes, Wahai Makasar,
Wahai Denpasar, Wahai Jakarta, wahai seluruh wilayah barat dan timur,
semoga Allah swt memberi kekuatan dan kemudahan pada hamba dhoif pendosa
ini yg tertatih tatih berusaha dg segala kedhoifannya membenahi wilayah
semampunya, juga semoga kemudahan dan semangat terhujankan kepada
seluruh para Da’I dimuka bumi untuk bersama sama bangkit membenahi ummat
di wilayahnya dan wilayah wilayah muslimin, amiin..
Kami baru mendapat kontak dengan KH Ahmad Baihaqi, beliau mengabarkan
bahwa 15 menit setelah kami meninggalkan Kokoda, terjadi hujan deras,
lalu panas sesaat, lalu hujan deras lagi, demikian hingga tiga kali
berturut turut, hingga masyarakat berebutan mengambil air hujan.
Sementara itu di Masjid Attaqwa Teminabuan, masyarakat memenuhi
Masjid waktu magrib hari itu karena menyangka saya akan hadir
menyampaikan Tausiyah di Masjid tsb, mereka memenuhi masjid dan semua
banyak membawa aqua untuk minta air doa, mereka kecewa karena saya sudah
meninggalkan Teminabuan sore itu menuju Sorong…
Subhanallah.. Munzir pendosa telah meninggalkan mereka, namun Allah swt akan terus merahmat mereka… Amiin..